Arwah
Hmmmff… haahh… hmmmmff… hah…
Arkh
Abigael
merasa sangat sakit dan sesak di dadanya. Rasa sakit dan sesak itu berlangsung
sekitar satu jam. Pagi ini untuk kesekian kalinya Ia merasakan hal yang sama di
dadanya. Abigael tak mau memeriksakan dirinya ke dokter meskipun sakitnya sudah
tidak wajar.
Pukul 06.30
Abigael
siap-siap pergi ke sekolah. Tanpa sarapan Ia langsung berangkat. Bukan karena
tak mau, tapi tak ada yang membuatkan. Beberapa hari ini keluarganya menghilang
entah ke mana. Keluarganya pergi tanpa pamit hingga Ia sendirian di rumah yang
mewah itu.
Di
sekolah, Abigael bertemu dengan Sonya, sahabatnya sejak SD. Di mana ada Sonya,
di situ ada Abigael. Kali ini, entah kenapa mereka berpelukan begitu erat
seakan lama tak bertemu. Cukup lama berpelukan, mereka memutuskan mengobrol di
bangku taman sekolah.
“Sonya,
gue ngerasa udah lama banget nggak ketemu lo. Padahal sepertinya kita baru berpisah
kemarin kan di sekolah?” tanya Abigael heran.
Sonya
menarik napas panjang seolah menahan sesuatu lalu menjawab, “Ah, itu perasaan lo
aja kali. Gue sih biasa aja, hehehe....”
“Mungkin
juga sih. Soalnya gue mengalami hal-hal aneh akhir-akhir ini,” kata Abigael.
Abigael
menceritakan tentang penyakit aneh yang tiba-tiba menyerangnya setiap pagi.
Padahal keluarga Abigael tak punya riwayat asma atau penyakit pernapasan.
“Kenapa
ya, Sonya? Gue takut nih. Gue juga sering cemas di pagi hari,” tanya Abigael.
“Sudahlah
Bi, jangan dipikirkan. Mendingan kita cerita yang seru-seru,” ujar Sonya
mengalihkan topik pembicaraan.
Abigael
merasa ada yang aneh dengan sahabatnya. Tak biasanya Ia hanya bilang oke. Ia
selalu kepo sebelumnya. Tapi, Abigael
tak ingin memikirknnya. Toh Ia sudah mengalami banyak hal aneh akhir-akhir ini.
Sonya yang berubah bukan hal aneh yang perlu dibesar-besarkan. Abigael ingin
melanjutkan ceritanya saja. Ia merasa ini pertemuan terakhir dengan Sonya.
Entah perasaan dari mana itu. Ia hanya merasa.
“Sonya,
gue mau cerita juga tentang sesuatu yang terjadi sama gue akhir-akhir ini,”
kata Abigael lagi.
Sonya
hanya diam tanda setuju. Setidaknya begitu anggapan Abigael.
“Beberapa
hari ini gue bisa ngeliat penampakan.”
Abigael
berhenti bicara untuk melihat reaksi Sonya. Tapi, Sonya hanya diam tanpa
ekspresi kaget. Abigael heran dengan Sonya yang merespon seadanya mengetahui
sahabat terdekatnya memiliki penglihatan ‘super’. Bukankah ini merupakan
kejadian yang tidak biasa terjadi.
“Lo
kok nggak kaget sih! Gue kan bisa ngeliat penampakan. Gue kan takut tiap hari
ngeliat penampakan hantu. Beberapa hari lalu pas gue bangun dari tidur, gue denger
suara cewek dari luar jendela kamar. Setelah gue buka jendela, gue
lihat seorang wanita berambut panjang di atas pohon manggil-manggil
nama gue. Wajahnya
emang cantik, tapi gue takut banget,” cerita Abigael panjang lebar.
“Tuhan memberikan anugerah sama hambanya untuk suatu maksud. Untuk melihat temannya
mungkin,” kata Sonya.
“Ah, apa sih maksud lo? Sok bijak lo, gue nggak ngerti. Lagian gue belum selesai cerita kali!” ketus Abigael.
Sonya hanya tersenyum kecut. Abigael melihat ada yang aneh dengan sahabatnya ini
sejak tadi. Matanya terlihat
begitu sendu seakan menahan tumpahan air mata. Abigael yang curiga terjadi
sesuatu dengan sahabatnya ini mencoba tidak langsung bertanya. Ia tahu
sahabatnya yang suka kepo ini sangat
tidak suka di-kepoin.
Abigael melanjutkan cerita tentang penglihatannya yang
kini berubah. Matanya mampu menembus alam tak tampak oleh mata biasa. Suatu
hari, Ia tiba-tiba
merasa sangat ketakutan. Ia mencari keluarganya ke seluruh rumah tapi tak ada
sama sekali. Justru yang Ia temukan adalah penampakan seorang anak kecil di sudut
ruang tamu. Anak kecil itu mengajaknya bermain. Ia mulai sadar
jika itu hantu karena tidak ada anak kecil di rumahnya. Abigael yang belum terbiasa dengan matanya itu hanya bisa
diam terpaku
hingga hantu anak kecil itu menghilang.
Penampakan-penampakan terus membayanginya. Seorang pria
yang selalu menunduk di pinggir jalan, wanita berambut panjang di atas pohon
depan rumahnya, hingga makhluk-makhluk kerdil di taman bermain. Terkadang,
Ia juga dikagetkan sekelebat bayangan hitam lewat di depannya. Hal yang membuatnya merasa sangat takut adalah penampakan hantu yang menunjukkan wujud
seramnya. Pria yang sering berdiri di pinggir jalan menampakkan mukanya yang
hancur tiap malam Sabtu. Juga masih banyak penampakan-penampakan lain yang
membuat bulu
kuduk berdiri. Abigael
mulai terbiasa melihat penampakan-penampakan seperti itu saat
Ia berani bercerita pada Sonya, sahabatnya.
Mendengar cerita tersebut, Sonya memeluk Abigael. Kali
ini Ia benar-benar menangis. Abigael tak bisa apa-apa selain membalas pelukan Sonya.
“Lo kenapa nangis?” tanya Abigael.
“Ngga papa,” jawab Sonya.
#
Pukul
15.00 sepulang sekolah.
“Gue nginep di rumah lo ya.. takut nih, ngga ada orang di rumah,” pinta Abigael.
“Oke, ayo balik sekarang,” jawab Sonya.
Hingga malam tiba dua karib itu terus mengobrol. Tanpa
disadari Sonya, Abigael sebenarnya beberapa kali melihat penampakan hantu.
Banyak sekali hantu di dekat rumahnya. Terkadang mereka menyelinap di antara pembicaraan Abigael
dan Sonya. Abigael hanya bisa diam ketakutan. Bulu kuduknya berdiri. Tubuhnya merinding melihat
tubuh hantu yang begitu menakutkan.
Hari demi hari Abigael tetap menginap di rumah Sonya.
Mereka hanya berdua di rumah. Keluarga Sonya sedang pergi ke
luar negeri sejak sebulan lalu. Kini,
perasaan aneh yang dirasakan Abigael
terhadap tingkah laku Sonya mulai memuncak. Sonya suka menyendiri dan tak pernah terlihat makan. Bahkan, suatu malam ketika Ia terbangun, Abigael melihat Sonya menangis di sudut
kegelapan rumah.
Pukul
12.30. Perpustakaan sekolah.
Abigael sibuk mencari-cari buku tentang segala sesuatu
yang berhubungan dengan supranatural. Menyadari sumber buku kurang menjawab
pertanyaannya, Ia searching menggunakan
jaringan internet perpustakaan.
“Indra ke-enam”
Tulisnya dalam mesin pencari. Lalu, muncul artikel yang
menjawab segala pertanyaannya. Setelah beberapa saat membaca
artikel, kini Abigael tahu bahwa seseorang bisa saja mendapat kemampuan melihat
alam lain. Kemampuan tersebut bisa didapat karena keturunan atau memang dicari
dengan sengaja. Akan tetapi, Abigael tak punya keluarga dengan kemampuan itu
dan Ia juga tak mencari ilmu untuk mendapat kemampuan tersebut. Hal tersebut karena
punya ‘kemampuan lebih’ membuatnya ketakutan.
Brakkk..!!!
Suara
benda terjatuh. Abigael beranjak dari kursinya untuk mencari sumber bunyi itu.
Ia melongok jam tangannya. Jarum panjang menunjuk angka 5 dan jarum pendek ke
angka 4. Ia baru sadar jika telah menghabiskan waktu berjam-jam di
perpustakaan. Pada jam-jam seperti ini pengunjung perpustakaan sedikit. Apalagi
di luar sedang turun hujan. Ia kini menuju tempat yang diyakininya menjadi
sumber bunyi tadi. Perlahan-lahan Ia melangkah ke pojok perpustakaan. Tiba-tiba
tubuhnya merinding dan bulu kuduknya berdiri. Kondisi yang sedang hujan membuat
ruang perpustakaan menjadi temaram. Ia kini tiba di rak buku dekat sumber bunyi
yang Ia dengar. Dengan hati-hati Ia melongok lewat balik rak.
“Aaaaa……!!!”
teriak Abigael.
Lampu
perpustakaan padam. Suara gemuruh terdengar begitu keras dari luar. Kilatan
petir terlihat dari balik jendela. Abigael menutup matanya untuk menghindari
hal-hal yang tak ingin dilihatnya.
“Hey,
kamu! Ngapain kamu berdiri dari tadi di pojokan?”
Suara
lelaki mengagetkannya. Perlahan Abigael membuka matanya. Lampu telah menyala
dan hujan tampaknya sudah mereda. Sosok berbadan tegap, tinggi, dan berjenggot
kini berdiri di depannya. Rupanya Ia adalah petugas perpustakaan.
“Ngga
papa kok, Pak… permisi,” kata Abigael seraya pergi meninggalkan perpustakaan
dengan terburu-buru.
Ketika
Abigael menengok ke belakang, terlihat sosok wanita melambaikan tangan dari
balik jendela di pojok perpustakaan. Ia buru-buru memalingkan muka dan
memutuskan untuk pulang ke rumah Sonya.
Dalam
perjalanan pulang, hujan kembali turun dengan derasnya. Abigael berteduh di
bawah pohon beringin di pinggir jalan. Tiba-tiba kepalanya terasa sakit.
Kilasan-kilasan ingatan muncul dalam otaknya. Setelah beberapa menit, sakit
kepalanya mulai menghilang.
Begitu
hujan reda, Abigael bergegas pulang. Ia memikirkan ingatannya yang telah
kembali. Ingatan tentang kecelakaan yang terjadi padanya dan Sonya. Malam itu, Ia
dan Sonya mengendarai mobil menuju ke rumah. Sonyalah yang menyetir mobil.
Mobil dipacu dengan kecepatan yang tinggi. Pada saat bersamaan, berulang kali
Sonya memainkan ponselnya. Sesekali Ia menelepon.
Duaaarr!!!
Mobil
yang ditumpangi Abigael dan Sonya menabrak sesuatu. Mobil terus meluncur menuju
sungai. Abigael berusaha keluar dari mobil yang hampir tenggelam. Dengan susah
payah akhirnya Abigael berhasil menggapai tepi sungai. Abigael memegangi
kepalanya yang terasa sangat sakit. Cairan merah mengalir di sela-sela jari
tangannya. Ia yakin kepalanya membentur sesuatu di mobil tadi.
Hanya
itu yang mampu diingat Abigael. Ketika sampai di rumah Sonya, dengan perasaan
campur aduk Abigael menerobos masuk ke dalam pintu rumah.
“Sonya…
Sonya!!!” teriak Abigael memanggil sahabatnya.
Meski
telah menelusuri seluruh ruangan, Abigael tak mampu menemukan sahabatnya.
Abigael begitu khawatir pada keadaan Sonya. Ia ingin bertanya apa yang terjadi
setelah kecelakaan itu.
Setelah
duduk di sofa ruang tamu, Abigael menangis dan mulai berpikir dengan tenang.
Memikirkan sahabatnya yang memang bersikap sangat aneh sejak bertemu kembali.
Apa mungkin Sonya sudah meninggal? Tiba-tiba pertanyaan itu terlintas dalam
pikiran Abigael. Cukup gila, tapi semua tanda-tandanya mengarahkan pada
kesimpulan itu. Pada malam kecelakaan itu, Ia tak melihat Sonya keluar dari
dalam mobil. Lalu, sikap aneh Sonya yang belum mau makan hingga sekarang dan
sering menangis di malam hari. Ketika pertama kali bertemu, Sonya juga menangis
tanpa sebab.
“Argh…
gue bingung. Sekarang gue nggak bisa ngebedain mana hantu dan mana bukan. Gue
yakin sahabat gue belum meninggal. Tapi, gue juga nggak bisa ngelupain
kenyataan bahwa kemungkinan Sonya memang sudah meninggal.”
Abigael
menangis lagi memikirkan semua kemungkinan itu. Ia belum bisa menerima kenyataan
jika memang benar sahabatnya telah meninggal.
“Mungkin
aja sekarang gue ngeliat arwah Sonya.”
Abigael
berpikir bahwa Ia sekarang sedang melihat arwah Sonya yang masih penasaran.
Dari artikel yang dibacanya, mungkin saja arwah masih tertinggal di dunia
karena masih ada beban yang belum terselesaikan. Bukankah sekarang Abigael
punya kemampuan untuk melihat makhluk alam lain, jadi mungkin saja jika Sonya
yang dilihatnya adalah arwah alias hantu.
Abigael
mondar-mandir di ruang tamu. Ia cemas akan banyak hal. Apa yang harus
dilakukannya sekarang? Pura-pura tak tahu apa-apa dan menjalankan hari seperti
biasa atau seperti apa. Walaupun tak mungkin bersikap wajar karena pasti akan
berbeda setelah Ia tahu kenyataanya. Lalu, Abigael memutuskan pergi ke
perpustakaan lagi untuk mencari segala informasi tentang kondisi sahabatnya
kini.
Tanpa
mempedulikan penampakan yang Ia lihat sebelumnya, Ia mencari buku tentang
arwah, supranatural atau semacamnya. Berkali-kali sosok perempuan terbang
mendekati Abigael mencoba menggodanya. Tubuhnya gemetar dan mengeluarkan
keringat dingin. Jika bisa Ia ingin segera pergi dari tempat itu. Tapi,
mengingat apa yang terjadi dengan sahabatnya, pikiran itu segera berlalu.
Pencarian
berakhir pada suatu artikel yang mengatakan bagaimana membantu arwah
sahabatnya, Sonya, untuk dapat pergi dengan tenang. Abigael harus membantu
masalah yang masih menahan Sonya di bumi.
Berhari-hari
Abigael mencari tahu apa masalah yang menahan Sonya dengan sangat hati-hati
agar tak diketahui. Sampailah Abigael pada suatu kesimpulan bahwa masih ada
tiga hal yang menahan Sonya. Pertama, hutang maaf pada keluarga yang telah
mereka tabrak. Kedua, menulis surat terakhir kepada keluarganya. Terakhir, Ia
harus menyatakan cinta pada Glenn.
“Gue
udah tahu apa yang terjadi malem itu,” kata Abigael.
“Apa
maksudmu?” tanya Sonya heran.
“Kecelakaan
itu. Gue udah ingat semua,”
“Baiklah,
kalau lo tahu, apa yang bakal lo lakuin?”
“Ayo
kita minta maaf pada keluarga yang kita tabrak,”
Sonya
diam beberapa saat, kemudian mengangguk.
“Oke
kita sudah sampai di alamat keluarga korban. Apa yang akan kita lakukan? Dateng
aja lalu dimarahin keluarga korban?”
“Apa
yang ada dalam pikiranmu sebenarnya? Apapun yang terjadi kita harus tetap minta
maaf pada keluarga korban,” tegas Abigael.
Abigael
mengetuk pintu rumah, tapi tak ada jawaban. Giliran Sonya mengetuk, terdengar
suara dari dalam. Sang pemilik rumah membuka pintu pagar dan menanyakan ingin
bertemu siapa. Sonya menjelaskan bahwa mereka ingin bertemu pemilik rumah
karena ada yang ingin disampaikan. Kemudian, sang pemilik rumah mempersilakan mereka
masuk ke dalam rumah dan menyuguhkan makanan dan minuman. Sonya merasa sangat
tidak enak karena pemilik rumah sangat baik.
Tanpa
basi-basi Sonya menjelaskan maksud kedatangan mereka adalah untuk meminta maaf
karena telah menabrak anak dari pemilik rumah. Ia menjelaskan bahwa Ia tak
sengaja melakukannya. Abigael terlihat diam saja, tapi Sonya tahu bahwa Ia
menahan air mata dan tak bisa berkata apa-apa. Tanpa diduga sang pemilik rumah
memaafkan perbuatan mereka. Pemilik rumah menjelaskan bahwa kejadian itu sudah
cukup lama dan mereka menganggap itu takdir. Ia pun tahu bahwa anaknya memang
tidak pernah melihat ke kanan atau kiri ketika menyeberang. Mendengar
penjelasan tersebut, Abigael dan Sonya menangis dan merasa lega.
Sekitar
setengah jam mereka terlihat mengobrol santai hingga Abigael dan Sonya meminta
pamit karena hari sudah mulai gelap. Dalam perjalana mereka tidak berbincang
sama sekali. Mereka masih memikirkan betapa baiknya pemilik rumah memaafkan
kesalahan mereka. Abigael pun menghiraukan gangguan dari makhluk halus yang
mengganggunya sejak tadi. Sesampainya di rumah, mereka tidur ke kamar
masing-masing.
Ketika
pagi tiba, Sonya bangun dari tidurnya. Ia begitu kaget melihat Abigael sudah
duduk di sampingnya dan menatap kosong keluar jendela.
“Sonya,
kalau ini saat terakhir kita, apa yang ingin kamu sampaikan pada seseorang atau
keluargamu?” Abigael tampak hati-hati dalam berkata-kata.
“Oh,
apa ya…. Gimana kalau kita saling curhat apa yang ingin kita sampaikan pada
seseorang atau keluarga kita jika ini saat terakhir kita?” Sonya tampak santai
menjawab pertanyaan Abigael seperti dia telah menduganya.
“Oke,
gue dulu ya. Lo tahu kan keluarga gue entah kemana beberapa hari ini. Mungkin
mereka pergi liburan tapi lupa bawa gue kayak di home alone,” canda Abigael,
“Kalo
gue gak bisa ketemu mereka lagi, gue cuma pengin bilang bahwa gue sayang banget
sama mereka. Gue mau minta maaf kalo gue ngerepotin mereka. Pokoknya gue
bahagia punya mereka.”
“Kalau
gue sih intinya sama kayak lo, gue merasa bersyukur memiliki mereka dan gue
berdoa yang terbaik buat mereka. Terus, emang ada yang pengin kamu sampaikan
juga ke pujaan hati?” goda Sonya.
“Apaan
sih! Ha ha ha.... Gue mau jujur kalo ini emang saat terakhir. Gue emang suka
sama seseorang. Lo mungkin udah tahu siapa orangnya. Gue cuma pengin bilang
bahwa gue bahagia bisa menyukai dia karena dia baik banget sama semua orang,
termasuk gue. Dia mikirin orang sekitarnya, gak cuma dirinya sendiri. Gue
berharap dia mendapatkan yang terbaik,” jelas Abigael sedih.
Sonya
memeluk Abigael dan menangis bersama.
“Lo
yakin gak punya pujaan hati?” tanya Abigael serius.
Abigael
tahu kalau dia menyukai Glenn. Tapi, bahkan sampai saat terakhir Ia tak mau
mengucapkannya. Abigael bertekad tetap menyampaikan bagaimana perasaan Sonya
pada Glenn agar Sonya bisa tenang. Abigael masih tetap berpikir bahwa Sonya
adalah arwah yang belum tenang sejak kecelakaan waktu itu karena masih ada
beban.
#
“Sonya,
gue ada ide. Gimana kalo kita tulis aja surat ke orang yang kita suka dan juga
ke keluarga kita. Nanti kita tukeran. Siapapun yang pergi duluan, dia harus
ngasih suratnya ke orang yang dituju surat tersebut,” tanya Abigael.
Sejak
beberapa hari Abigael dan Sonya selalu membahas tentang kematian. Abigael takut
Sonya curiga. Oleh karena itu, Ia selalu berhati-hati membahasnya.
“Boleh,
ide yang bagus. Siapa yang tahu kapan kita meninggal,” sambut Sonya.
Abigael
tak habis pikir Sonya tidak merasa aneh akan hal ini. Tetapi, itu justru bagus
karena Abigael bisa segera membantu sahabatnya dari beban dunia. Setelah itu
mereka menulis surat untuk orang tercinta mereka dan membungkusnya dalam amplop
merah muda yang sudah ada di meja belajar Sonya. Mereka saling bertukar surat
dan menyimpannya.
Beberapa
hari berlalu, keluarga Sonya dan Abigael belum juga kembali ke rumah. Abigael
mulai merasa sangat tidak nyaman karena hantu yang Ia temui semakin hari
semakin banyak dan cukup mengganggu. Ia tak bisa terus-menerus bergantung pada
Sonya. Ia berpikir untuk kembali ke rumahnya hari itu juga. Sebelum itu,
Abigael ingin memasak makanan kesukaan Sonya sebagai tanda terima kasih. Karena
persediaan bahan makanan tidak ada, Abigael memutuskan untuk pergi membelinya.
Di
tengah jalan Abigael melihat Sonya sedang duduk di taman. Ia merasa bahwa Sonya
sedang menunggu seseorang. Abigael sembunyi-sembunyi melihat Sonya. Beberapa
saat kemudian datanglah seorang pria yang Ia kenal dengan baik. Pria itu adalah
Glenn. Abigael penasaran apa yang dilakukan mereka berdua. Ia berpikir bahwa jika
memang Sonya adalah arwah, mungkin Glenn juga bisa melihatnya atau mungkin
Glenn sudah meninggal. Pikiran tersebut membuat Abigael ingin membuntuti Sonya
hari ini.
Abigael
melihat Sonya memberikan sesuatu pada Glenn sebelum mereka berpisah. Sonya
pergi ke arah yang berbeda dengan Glenn. Abigael memustuskan untuk terus
membuntuti Sonya. Setelah beberapa jalan kecil dilewati, Abigael sadar jika
Sonya sedang menuju ke arah rumahnya.
“Apa
yang mau Sonya lakukan ke rumahku? pikir Abigael.
Dari
kejauhan Abigael melihat Sonya mengetuk pintu gerbang. Seseorang membuka pintu
dan mempersilakan masuk. Abigael sudah mengira jika keluarganya sudah kembali.
Abigael bergegas mengejar Sonya masuk ke rumah. Di depan gerbang Ia berhenti
karena melihat ada anjing menjaga di dalam rumah. Ia tak ingat jika mempunyai
anjing. Ia pikir itu peliharaan baru. Kemudian, Abigael berteriak meminta
keluarganya membuka pintu dan menyingkirkan anjing penjaga yang sejak tadi
menggongong, tapi tak ada yang mendengar. Padahal jelas terlihat Abigael dan
keluarganya sedang mengobrol di teras depan.
Karena
tak ada yang mendengar, Abigael memutuskan berlari lurus saja tanpa memikirkan
anjing penjaga. Ia sangat merindukan keluarganya. Sepertinya Ia sudah sangat
lama tidak bertemu. Akan tetapi, langkahnya terhenti begitu sampai di depan
keluargnya. Sonya memberi tanda untuk berhenti. Abigael tak mengerti maksud
Sonya, tapi ia mematuhinya dan diam berdiri di depan teras depan. Ia
mendengarkan apa yang Sonya dan keluarganya bicarakan.
“Om,
tante, dan semuanya. Saya datang ke sini untuk menyampaikan surat terakhir dari
Abigael. Silakan dibaca.” Sonya memberikan surat yang Abigael tulis beberapa
hari lalu.
Abigael
kaget atas apa yang terjadi. Ia berteriak pada Sonya untuk menghentikan
semuanya. Ia menangis dan memberitahukan kepada keluarganya bahwa yang
meninggal pada kecelakaan mobil adalah Sonya. Ia menjelaskan bahwa Sonya adalah
arwah yang sedang Ia bantu untuk tenang dengan mengabulkan permintaan yang
menjadi beban Sonya. Akan tetapi, tak ada yang menanggapi Abigael.
Sonya
terlihat memeluk keluarga Abigael dan menangis bersama. Suasana saat itu
membuat Abigael larut. Ia merasa sedih dan sakit teramat sangat di hatinya.
Tiba-tiba Ia juga merasa sakit pada bagian kepalanya. Sedikit demi sedikit
ingatan pada saat kecelakaan mulai kembali. Kali ini dengan jelas Ia melihat
dirinya terjebak dalam mobil dan tak bisa mengeluarkan diri. Ia melihat Sonya
sudah pergi dan berteriak minta tolong orang sekitar. Ia mengingat juga
bagaimana mereka dibawa ke rumah sakit.
Ingatan
terakhir membuat Abigael menangis sejadi-jadinya. Ia kini tahu bahwa yang
meninggal pada kecelakaan itu adalah dirinya. Semua menjadi masuk akal setelah
Abigael mengingat semua. Bagaimana Ia bisa melihat hantu secara tiba-tiba. Itu
bukan karena Ia mempunyai indera ke enam, tetapi karena mereka di dunia yang
sama. Sonya lah yang sejak awal mempunyai indera ke enam hingga bisa melihat
Abigael. Lalu, selama ini yang tidak pernah makan adalah dirinya, bukan Sonya.
Ia juga menduga alasan Sonya menangis tengah malam adalah karena sedih akan Abigael,
sahabatnya, yang belum bisa pergi dengan tenang. Glenn juga bukan orang yang
disukai Sonya, tapi justru dirinya sendiri. Sebelumnya, Abigael mencoba
menerobos anjing penjaga di depan rumahnya dan Ia baru teringat bahwa
gerbangnya digembok. Itu artinya Ia menembus tembok. Selama ini dialah yang
menjadi arwah, bukan Sonya. Entah mengapa ingatan itu kabur sebelumnya.
Abigael
merasakan tubuhnya menjadi ringan. Sedikit demi sedikit Ia mulai menghilang.
Sekarang beban di hatinya hilang. Mereka sudah meminta maaf pada keluarga yang
meninggal saat kecelakaan. Sonya juga sudah menyampaikan suratnya pada Glenn
dan keluarganya sebagai beban terakhir yang belum tuntas. Ia tersenyum dan mengucapkan
terima kasih kepada Sonya. Ia meminta Sonya menyampaikan terima kasih juga pada
keluarganya yang tak menyadari keberadaannya di tempat tersebut. Sonya mencoba
mengusap air matanya yang terus mengalir dan mengucapkan selamat tinggal pada
sahabatnya.
End
Arwah
Reviewed by Admin
on
January 29, 2017
Rating:
No comments:
Comment in a good way. It is representing you.